Bahaya Merokok

Tembakau merupakan penyebab eksogen tersering pada penyakit kanker manusia, serta merupakan penyebab 90% penyakit kanker aru-paru. Penyebab utamanya adalah merokok, namun penggunaan tembakau dalam berbagi cara (menghisap atau mengunyah tembakau) juga dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan dan merupakan penyebab penting dari kanker mulut. Penggunaan produk tembakau tidak hanya membahayakan diri sendiri, namun, inhalasi pasif asap rokok dari lingkungan (secondhand smoke) juga dapat menyebabkan kanker paru pada orang-orang yang tidak merokok.
Penyakit yang paling sering disebabkan oleh rokok biasanya menjangkiti paru-paru, yaitu: emfisema, bronchitis kronik dan kanker paru. Mekanisme terjadinya penyakit akibat tembakau:

Bahan-bahan dalam asap rokok memiliki efek iritasi langsung pada mukosa trakeo-bronkial menyebabkan inflamasi dan meningkatkan produksi mucus (bronchitis). Asap rokok juga menyebabkan datangnya leukosit ke paru-paru sehingga meningkatkan produksi elastase local dan menyebabkan kerusakan jaringan paru yang mengakibatkan terjadinya emfisema.

Komponen-komponen asap rokok terutama hidrokarbon polisiklik dan nitrosamine, merupakan karsinogen yang potensial pada binatang dan mungkin terlibat dalam proses karsinoma paru pada manusia. Risiko terjadinya kanker paru berhubung dengan intensitas pajanan rokok umumnya diukur
dengan sebutan “bungkus per tahun” atau jumlah batang rokok per hari

Aterosklerosis dan komplikasi utamanya infark miokard, sangat berhubungan dengan merokok.

Selain kanker paru, asap tembakau juga dapat menyebabkan kanker rongga mulut, esophagus, pancreas dan kandung kemih.

Kombinasi pemakaian tembakau (dikunyah atau merokok) dan konsumsi alcohol dapat melipatgandakan risiko terhadap kanker mulut, laring dan esophagus.

Ibu dalam keadaan hamil yang merokok akan meningkatka terjadinya abortus spontan dan kelahiran premature, serta dapat menyebabkan berat badan bayi lahir rendah, sedangkan berat abdan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berhenti merokok sebelum hmil adalah normal.

Pajanan terhadap asap rokok (perokok pasif) juga dapat menimbulkan efek yang merugikan. Diperkirakan bahwa resiko relative terjadinya kanker paru pada perokok pasif sekitar 1,3 kali lebih tinggi dibandingkan non perokok yang tidak terpapar oleh asap rokok.

Adaptasi Sel Terhadap Stres


Adaptasi adalah perubahan reversible dari jumlah, ukuran, fenotipe, aktivitas metabolic atau fungsi sel dalam memberikan respons terhadap perubahan lingkungan. Adaptasi fisiologis umumnya merupakan respons sel terhadap stimulus normal oleh hormone atau mediator kimia endogen (missal: pembesaran payudara dan uterus selama kehamilan akibat pengaruh hormone). Adaptasi patologi merupakan respons terhadap stress yang memungkinkan sel untuk menyesuaikan struktur dan fungsi sehingga dapat menghindari jejas. Adaptasi tersebut dapat terjadi dalam bentuk yang berbeda-beda.

A. Hipertrofia
Hipertrofi adalaah meningkatnya ukuran sel yang mengakibatkan organ bertambah besar. Sebaliknya hyperplasia adalah penambahan jumlah sel yang terjadi karena proliferasi sel yang telah mengalami diferensiasi dan penggantian sel oleh sel punca. Dengan kata lain pada hipertrofi murni tidak dibentuk sel baru, hanya sel bertambah besar mengandung protein dan organel structural yang meningkat. Hyperplasia merupakan respons adaptasi pada sel yang dapat melakukan replikasi, sedangkan hipertrofi terjadi pada sel yang mempunyai kemampuan pertambahan yang terbatas. Hipertrofi dan hyperplasia juga dapat terjadi secara bersama-sama dan keduanya akan mengakibatkan organ bertambah besar.
Hipertofi dapat terjadi secara fisiologis atau patologis dan disebabkan oleh kebutuhan fungsional yang meningkat atau stimulasi factor pertumbuhan atau hormone .
Pembesaran fisiologis uterus selama kehamilan terjadi karena hipertrofi otot polos dan hyperplasia otot polos akibat pengaruh estrogen
Contoh hipertofia sel patologis adalah pembesaran jantung akibat hipertensi atau penyakit katup aorta.

B. Hiperplasi
Seperti pembahasan sebelumnya, hyperplasia terjadi apabila jaringan mengandung populasi sel yang mampu bereplikasi. Hal tersebut dapat terjadi bersama hipertrofi dan sering terjadi karena stimulus yang sama.
Hiperplasia dapat terjadi fisiologis ataupun patologis. Pada kedua keadaan proliferasi sel dirangsang oleh factor pertumbuhan yang dihasilkan berbagai macam sel.
Dua jenis hyperplasia fisiologis ialah: (1) hyperplasia hormonal, contoh pada proliferasi epitel-epitel kelenjar payudara saat pubertas dan saat kehamilan dan (2) hyperplasia kompensantorik, keadaan dimana jaringan sisa akan bertambah setelah pengeluaran atau hilangnya bagian dari suatu organ.
Umumnya hyperplasia patologis disebabkan oleh stimulus hormone dan factor pertumbuhan yang meningkat.
Proses hyperplasia tetap terkendali, apabila sinyal yang memulai kejadian itu menghilang, maka hyperplasia akan berhenti. Kemampuan merespon terhadap mekanisme regulasi normal ini yang membedakan hyperplasia patologis dan kanker. Pada kanker, mekanisme pengaturan pertumbuhan mengalami gangguan atau menjadi tidak efektif.

C. Atrofia
Melisutnya ukuran sel akibat hilangnya substansi sel disebut atrofia.  Apabila mengenai jumlah sel yang cukup banyak, seluruh organ atau jaringan akan mengecil ukurannya menjadi atrofik. Walaupun sel-sel atrofik menurun fungsinya, sel tersebut tidak mati.
Termasuk penyebab atrofi adalah menurunnya beban kerja (missal: imobilisasi tungkai untuk penyembuhan fraktur), hilangnya persarafan , berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya stimulasi endokrin dan penuaan. Walaupun beberapa stimulus tersebut bersifat fisiologis dan lainnya patologis, kelainan dasar sel bersifat identic. Perubahan itu menggambarkan kemunduran sel menjadi ukurannya lebih kecil namun sel dapat bertahan hidup, suatu keseimbangan baru terwujud antara ukuran sel dan berkurangnya suplai darah, nutrisi atau stimulas atrofik.
Mekanisme atrofi merupakan kombinasi antara sintesa protein yang menurun dan degradasi protein dalam sel.
Sintesa protein menurun karena aktivitas metabolic menurun
Degradasi protein sel terutama terjadi melalui jalur ubiquitin-proteasome. Defisiensi nutrient dan kurang dipakai akan mengakibatkan ligase ubiquitin, yang kan menggabungkan beberapa peptide ubiquitin kecil dengan protein sel agar terjadi degradasi dalam proteasomes. Jalur ini diperkirakan berperan pada peningkatan proteolysis pada berbagai kondisi katabolic, termasuk keadaan kaheksia pada kanker.
Pada banyak keadaan, atrofi juga diiringi dengan peningkatan autofagia, yang meningkatkan vakuol autofagia.

D. Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan reversible yaitu satu jenis sel dewasa (sel epitel atau mesenkim) digantikan oleh sel dewasa jenis lain. Dalam adaptasi sel ini, suatu sel yang sensitive terhadap suatu stress tertentu diganti oleh sel lain yang lebih mampu bertahan terhadap lingkungan yang tidak menopang. Metaplasia diperkirakan terjadi karena sel punca deprogram kembali agar mengikuti jalur baru dan bukan perubahan fenotipe daripada sel yang telah mengalami diferensiasi.

Radang

Radang merupakan suatu respon perlindungan yang melibatkan sel tubuh, pembuluh darah, serta protein dan mediator lain dengan tujuan mengeliminasi penyebab utama jejas sel, demikian pula sel nekrotik dan jaringan sebagai akibat pengaruh awal, dan melalui proses pemulihan jaringan. Upaya radang untuk melakukan proteksi adalah dengan mengencerkan, merusak atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba, toksin). Kemudian akan terjadi mekanisme untuk penyembuhan dan pemulihan daerah yang terkena jejas. Tanpa proses peradangan, infeksi dapat berlanjut tanpa terkendali dan luka tidak akan sembuh. Dalam konteks infeksi, radang merupakan sebuah komponen respons protektif yang disebut oleh ahli imunologi sebagai imunitas sejak lahir.
Walapun radang membantu menghilangkan infeksi dan stimulus membahayakn lainnya dan memulai proses penyembuhan jaringan, reaksi radang dan proses penyembuhan jaringan dapat pula menyebabkan kerugian
Radang bisa akut atau kronk. Radang akut terjadi cepat dan memakan waktu singkat, berlangsung beberapa menit sampai hari, dan memberikan gambaran khas timbulnya cairan dan eksudasi protein plasma dan akumulasi leukosit neutrophil yang banyak. Radang kronik terjadi secara bertahap, dalam period yang lama (hitungan hari hingga tahun), dan ditandai dengan penimbunan limfosit dan makrofag serta prolifeerasi vascular dan fibrosis (jaringan parut).
Radang diinduksi oleh mediator kimia yang dihasilkan oleh sel tubuh untuk merespon stimulus yang merugikan. Ketika mikroba masuk ke dalam jaringan atau jaringan menjadi cedera, infeksi atau kerusakan diketahui oleh sel tubuh, terutamma makrofag, tetapai juga sel dendrit, sel mast, dll. Sel-sel tersebut mensekresi molekul (sitokin dan mediator lain) yang menginduksi dan mengatur respon radang selanjutnya. Mediator radang juga diproduksi dan protein plasma yang bereaksi dengan mikroba atau terhadap jaringan yang cedera. Beberapa mediator akan menyebabkan aliran plasma dan pengumpulan leukosit yang beredar menuju tempat dimana agen yang mengganggu berada. Leukosit akan diaktifkan dan akan menghilangkan agen yang mengganggu mellui fagositosis. Efek samping yang merugikan akibat pengaktifan leukosit adalah kerusakan pada jaringan normal.
Manifestasi eksternal dari radang, seringkali disebut tanda kardina, adalah panas (kalor), warna kemerahan (rubor), bengkak (tumor), nyeri (dolor), hilangnya fungsi (fungsio laesa). Manifestasi tersebut terjadi akibat perubahan vascular dan pengumpulan dan pengaktifan leukosit.
A. Radang Akut
Respon radang akut ialah terkumpulnya leukosit dan protein plasma di tempat jejas. Sampai di tempat tersebut, leukosit akan memusnahkan agen penyebab dan mlai proses pencernaan dan pembersihan jaringan nekrotik.
Radang akut mempunyai dua komponen utama:
1. Perubahan vascular: perubahan pada rongga caliber pembuluh yang mengakibatkan pertambahan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan pada dinding pembuluh darah yang memungkinkan protein plasma keluar dari pembuluh darah (peningkatan permeabilitas vascular). Juga terjadi pengaktifan sel endotel, yang menyebabkan perlekatan leukosit meningkat dan migrasi leukosit melalui dinding pembuluh.
2. Akibat pada sel: terjadi emigrasi leukosit keluar dari sirkulasi darah dan akumulasi di tempat cedera, diikuti oleh pengaktifan leukosit, untuk mengeliminasi agen yang merugikan. Leukosit utama pada radang akut adalah neutrophil (leukosit polimorfonuklear).
Stimulus Radang Akut:
1. Infeksi (bakteri, virus, jamur, parasite) merupakan penyebab radang terserng dan terpenting dalam klinis.
2. Trauma (tumpul atau tajam) dan berbagai agen fisis dan kimia (misalnya jejas termal, seperti luka bakar atau luka pembekuan, radiasi, dll) akan mencederai tubuh dan memicu reaksi peradangan.
3. Nekrosis jaringan (akibat semua sebab), termasuk iskemia (seperti pada infark miokard) dan jejas fisis  dan kimia.
4. Benda asing (serpihan, kotoran, jahitan, deposit Kristal)
5. Reaksi imun (juga disebut reaksi hipersensitifitas) terhadap substansi lingkungan atau terhadap jaringan “sendiri”.
B. Radang Kronik
Radang kronik ialah radang yang berlangsung lama (minggu hingga tahun) di mana radang berkelanjutan, kerusakan jaringan, dan proses pemulihan, sering melalui fibrosis, terjadi bersamaan. Radang kronik ditandai dengan:
1. Infiltrasi sel mononukleus, termasuk makrofag, limfosit, dan sel plasma
2. Perusakan jaringan, terutama diinduksi oleh produk sel radang
3. Pemuluhan,melibatkan proliferasi pembuluh darah baru (angiogenesis) dan fibrosis.
Radang akut dapat berkembang menjadi radang kronik apabila radang akut tidak dapat ditanggulangi, karena agen merugikan menetap atau karena interferensi pada proses normal pemulihan jaringan. Contoh, ulkus peptikum duodenum pada awalnya menunjukkan radang akut diikuti proses resolusi. Tetapi jejas epitel duodenum yang berulang-ulang akan menginterupsi proses ini, mengakibatkan terjadi lesi campuran kedua jenis radang aku dan kronik.

Kanker serviks

 



     Kanker serviks atau yang disebut juga sebagai kanker mulut rahim merupakan salah satu penyakit kanker yang paling banyak ditakuti kaum wanita. Berdasarkan data yang ada, dari sekian banyak penderita kanker di Indonesia, penderita kanker serviks mencapai sepertiga nya. Dan dari data WHO tercatat, setiap tahun ribuan wanita meninggal karena penyakit kanker serviks ini dan merupakan jenis kanker yang menempati peringkat teratas sebagai penyebab kematian wanita dunia.
        Kanker serviks menyerang pada bagian organ reproduksi kaum wanita, tepatnya di daerah leher rahim atau pintu masuk ke daerah rahim yaitu bagian yang sempit di bagian bawah antara kemaluan wanita dan rahim.
Penyebab Kanker Serviks
      Human papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab dari kanker serviks. Sedangkan penyebab banyak kematian pada kaum wanita adalah virus HPV tipe 16 dan 18. Virus ini sangat mudah berpindah dan menyebar, tidak hanya melalui cairan, tapi juga bisa berpindah melalui sentuhan kulit. Selain itu, penggunaan wc umum yang sudah terkena virus HPV, dapat menjangkit seseorang yang menggunakannya jika tidak membersihkannya dengan baik.
Selain itu, kebiasaan hidup yang kurang baik juga bisa menyebabkan terjangkitnya kanker serviks ini. Seperti kebiasaan merokok, kurangnya asupan vitamin terutama vitamin c dan vitamin e serta kurangnya asupan asam folat. Kebiasaan buruk lainnya yang dapat menyebabkan kanker serviks adalah seringnya melakukan hubungan intim dengan berganti pasangan, melakukan hubungan intim dengan pria yang sering berganti pasangan dan melakukan hubungan intim pada usia dini (melakukan hubungan intim pada usia <16 tahun bahkan dapat meningkatkan resiko 2x terkena kanker serviks). Faktor lain penyebab kanker serviks adalah adanya keturunan kanker, penggunaan pil KB dalam jangka waktu yang sangat lama, terlalu sering melahirkan.
Ciri-Ciri Perempuan Menderita Kanker Serviks
Kanker serviks membutuhkan proses yang sangat panjang yaitu antara 10 hingga 20 tahun untuk menjadi sebuah penyakit kanker yang pada mulanya dari sebuah infeksi. Oleh karena itu, saat tahap awal perkembangannya akan sulit untuk di deteksi. Oleh karena itu di sarankan para perempuan untuk melakukan test pap smear setidaknya 2 tahun sekali, melakukan test IVA (inspeksi visual dengan asam asetat, dll. Meskipun sulit untuk di deteksi, namun ciri-ciri berikut bisa menjadi petunjuk terhadap perempuan apakah dirinya mengidap gejala kanker serviks atau tidak:
1.Saat berhubungan intim selaku merasakan sakit, bahkan sering diikuti pleh adanya perdarahan.
2.Mengalami keputihan yang tidak normal disertai dengan perdarahan dan jumlahnya berlebih
3.Sering merasakan sakit pada daerah pinggul
4.Mengalami sakit saat buang air kecil
5.Pada saat menstruasi, darah yang keluar dalam jumlah banyak dan berlebih
6.Saat perempuan mengalami stadium lanjut akan mengalami rasa sakit pada bagian paha atau salah satu paha mengalami bengkak, nafsu makan menjadi sangat berkurang, berat badan tidak stabil, susah untuk buang air kecil, mengalami perdarahan spontan.

Evaluasi Pasien Neurologik

Sistem saraf merupakan jaringan yang penting, rumit, dan memiliki tiga ciri khas dengan system imun. Secara spesifik, system saraf adalah: (1) suatu system protektif yang mengenali “diri sendiri” (self) dari luar diri (non-self) dan menyebabkan penarikan diri dari rangsangan yang membahayakan; (2) suatu pabrik kimia yang menghasilkan lusinan molekul dalah berbagai jenis berbeda (missal, peptide, asam amino, katekolamin) yang menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya; dan (3) suatu system komunikasi yang mengirim dan menerima pesan yang dikirimkan dari tempat lain di dalam tubuh. Oleh karena itu, melalui berbagai mekanisme kerja ini, system saraf tidak hanya mengendalikan fungsi vegetative tubuh yang paling sederhana (missal, bernapas dan denyut jantung), tetapi juga mengendalikan fungsi integrative yang sangan kompleks (missal, mengevaluasi informasi dan memecahkan masalah).

Keterlibatan fungsi system saraf melalui penyakit atau trauma menimbulkan deficit umum atau local spesifik yang mencerminkan terganggu atau timbulnya aktivitas abnormal pada daerah system saraf perifer atau pusat yang terkena.

Pemeriksaan klinis pada penderita gangguan neurologis akan memberikan informasi yang berharga. Gejala-gejala yang diperlihatkan oleh penderita yang mecari pertolongan mencakup gejala primer dari gangguan neurologisnya, gejala yang timbul dari ketakutan, depresi, kelemahan, dan gejala-gejala yang terjadi karena metode adaptasi penderita. Pemeriksaan penderita secara sitematik, logis dan seksama yang dilengkapi dengan keluhan penderita akan membantu dokter dalam membedakan dan menganalisis gambaran klinis yang diajukan oleh sebagian besar penderita defisi neurologis. Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditabah dengan pemeriksaan fisik akan dapat mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat kemajuan prosedur pemeriksaan diagnostic, tetapi tidak ada yang dapat menggantikan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan neurologis dipusatkan pada pemikiran mengapa penderita sampai mencari bantuan medis. Informasi ini harus diperoleh dan dicatat dengan memakai kata-kata pasien sendiri, bukan dengan istilah diagnostic.
Informasi yang penting mencakup riwayat medis sebelumnya, riwayat social, riwayat keluarga dan awitan timbulnya gejala. Bila ada, penting juga menanyakan penyakit apa saja yang pernah dialami penderita pada organ-organ besar dalam tubuhnya. Penderita diminta memberikan keterangan perilha rasa pusing, sakit kepala, hgangguan pendengaran, dll. Ketika melakukan anamnesis, perhatikan juga tingkah laku, sikap, penampilan, kemampuan penderita untuk menjawab pertanyaan, serta kemampuan untuk memusatkan pikiran. Setelah bagian pemeriksaan ini diperoleh lengkap, dokter dapat mencari dukungan terhadap dugaan dan temuan yang abnormal dengan meminta pasien melakukan pemeriksaan dan tes diagnostic lanjutan. Pada beberapa kasus gangguan neurologis (migren, neuralgia trigeminal), diagnostic ditegakkan hanya berdasarkan pada anamnesis karena tidak ditemukan temuan fisik yang bermakna.
Pengaturan pemeriksaan neurologis sangat penting. Mengikuti suatu urutan pemeriksaan tertentu membuat dokter dapat mengevaluasi informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen selanjutnya yang belum diperiksa. Urutan pemeriksaan ini mencakup enam elemen utama: (1) status mental dengan ketujuh komponennya; (2) kepala dan leher termasuk saraf kranial; (3) fungsi motoric; (4) fungsi sensorik; (5) reflex regangan otot; (6) reflex khusus (missal, plantaris dan glabella).
Pemeriksaan Status dan Fungsi Mental
Secara umum, bagian pemeriksaan fungsi dan status mental mengevaluasi fungsi korteks yang lebih tinggi, termasuk kemampuan untuk memberikan alasan, menggunakan abstraksi, membuat rencana dan memberikan penilaian. Perubahan perilaku dan kepribadian dapat berkaitan dengan disfungsi otak organic; oleh karena itu, perubahan ini perlu dicetuskan dari pasien atau keluarga pasien. Dalam mengevaluasi status mental pasien, pemeriksa harus mengetahui status social ekonomi, etnis, dan pendidikan pasien. Pengetahuan umum dan intelektual dapat dievaluasi dengan meminta pasien menyebutkan enam Negara atau sungai besar utama. Kemapuan pasien untuk mengingat kejadian di masa lalu dapat dievaluasi dengan menanyakan mengenai masa lalu pasien, tetapi hal ini sulit dinilai. Menyuruh pasien mengulangi sedikitnya enam digit dapat menilai daya ingat jangka pendek pasien. Individu normal dapat mengulang dan mengingat tujuh digit ke depan dan empat digit ke belakang. Informasi yang penting diperoleh dengan mengevaluasi kemampuan pasien untuk meringkas dan menyamaratakan pemeriksaan yang konkret. Meminta pasien menginterpretasikan ungkapan yang lazin (missal, “ada gula ada semut”) merupakan metode yang sering digunakan.

Tingkat Kesadaran
Evaluasi tingkat kesadaran (level of consciousness, LOC) merupakan bagian penting proses pemeriksaan neurologis yang harus dilakukan secara cermat, dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Kini terdapat berbagai metode penggolongan LOC penderita, masing-masing dengan cara yang berbeda tetapi dengan istilah yang serupa. Apapun metode yang digunakan, kriteria terpenting adalah adanya konsistensi serta pemahaman penuh terhadap semua terminology yang digunakan. Lebih baik menggambarkan tingkah laku dan respon penderita dengan lengkap, daripada menggunakan istilah yang kurang rinci dan terlalu jauh jangkauannya, misalnya letargi atau stupor.

Fungsi Serebral
Pengetahuan mengenai fungsi setiap lobus serebral dan gejala-gejala yang ditimbulkan akan membantu dokter dalam memastikan deficit neurologis yang dialami penderita. Dilakukan pengamatan ketat mengenai masalah neurologic pasien selama pemeriksaan neurologis yang dialami penderita.

Pemeriksaan Bahasa dan Bicara
Salah satu fungsi hemisfer dominan adalah bicara. Hemisfer kiri merupakan bagian dominan untuk bicara pada mereka yang menggunakan tangan kanannya dan pada sebagian besar orang kidal. Ada tiga gangguan bicara yang disebabkan neurologis-disatria, disfonia dan afasia.

Pemeriksaan Saraf Kranial
Terdapat dua belas pasang saraf kranial yang keluar dari permukaan bawah otak melalui foramina kecil. Saraf kranial diberi nomor sesuai dengan urutan keluarnya, yaitu dari depan ke belakang.
Saraf kranial terdiri dari serabut aferen atau eferen, dan beberapa memiliki kedua serabut tersebut dan dikenal dengan nama serabut campuran. Badan sel serabut aferen terdapat pada ganglia di luar batang otak, sedangkan badan sel serabut eferen terdapat pada nuclei batang otak. Saraf-saraf kranial tidak diperiksa menurut urutannya, tetapi diperiksa menurut fungsinya.

Pemeriksaan Fungsi Motorik
Kinerja motoric bergantung pada oto yang utuh, hubungan neuromuscular yang fungsional, dan traktus nervus kranialis dan spinalis yang utuh. Untuk dapat memahami bagaimana system saraf mengkoordinasi aktivitas otot, pertama-tama kita harus dapat membedaakan anatara neuron motoric atas (upper motor neuron, UMN) dan neuron motoric bawah (lower motor neuron, LMN)

Reflex
Pemeriksaan reflex memberikan informasi mengenai fungsi lengkung reflex dan segmen medulla spinalis tertentu. Reflex-refleks ini akan mengalami perubahan bila UMN dan LMN terserang penyakit.

Fungsi Sensorik
System sensorik berperan penting dalam hantaran informasi ke system saraf pusat mengenai lingkungan sekitarnya. Pada waktu pemeriksaan sensorik, empat daerah yang diperiksa adalah: (1) sensasi taktil superfisial (mencakup nyeri, suhu, raba); (2) indera proprioseptik yang merupakan sensasi gerakan atau posisi; (3) sensasi getar; (4) fungsi sensorik kortikal. Pola deficit sensorik membantu menegakkan diagnosis lesi hemisferium serebri, batang otak, medulla spinalis, radiks saraf, serta saraf perifer tunggal maupun multiple.